Part 4
“emang mau ngomongin apa Vit?”
“aku ingin putus aja sama Iko, Vit. Menurutmu gimana?” kataku mantap.
“loh, kenapa? Kalian lagi berantem?” Vita malah bertanya kembali.
“ya engga, tapi kamu lihat sendiri kan, pacaran atau engga, aku sama Iko sama aja.” Jawabku.
“tapi kalo menurut aku, kamu juga sih Ra. Aku perhatiin cuek banget.”
“aku kan memang begini orangnya, ya makanya lebih baik gak usah pacaran kan?” kataku membela diri.
Aku pun melanjutkan menonton bola volly, dan lagi Ebi datang menghampiri.
“Ra, ditunggu di kelas sama Iko.” Kata Ebi.
Aku pun menuju ke kelas untuk menemui Iko, dan menyiapkan kata-kata agar bisa putus dengan dia. Ku temui dia tengah berdiri di jendela dekat dengan bangku dudukku. Kuhampiri dia dengan senyum hambar. Karena memang dalam minggu ini entah sebab apa, kami serasa perang dingin tak berbicara apapun.
“ganggu engga Ra, aku mau ngomong.” Kata Iko memulai pembicaraan.
“engga kok, aku juga kebetulan mau ngomong.” Jawabku.
“baiklah, Ra, kayaknya kita udahan aja ya. Soalnya aku merasa kita baiknya temenan aja.” Iko memulai pembicaraan.
Aku terdiam, dan berbicara di dalam hati. Yang dibicarain Iko, kan juga mau aku bicarain ke Iko, tapi malah dia yang lebih dulu ngomong. Oke deh, aku merasa sudah tidak perlu repot-repot untuk ngomong lagi ke Iko, toh dia juga merasakan hal yang sama. Iko memutuskanku dengan alasan aku sangat cuek dan pendiam. Benar dugaan Vita, kalau Iko merasakan sikapku yang kurang perhatian dengan Iko. Tapi menurutku, aku memang orangnya begini, jadi apa yang harus di ubah dari sikap cuekku.
“Iya, Ko. Aku rasa juga baiknya gitu.” Jawabku mengiyakan Iko.
“tadi katanya kamu juga mau ngomong, Ra?” tanya Iko.
“gak jadi, Ko.”
“beneran?”
“Iya.”
Aku merasa tidak perlu membicarakan hal yang sudah dibicarakan. Akhirnya aku pun resmi sudah putus dengan Iko, hubungan kami hanya bertahan selama tiga bulan. Kak Yani marah-marah kepadaku, kenapa bisa aku diputusin, itu masalah harga diri katanya.
“Kita tu cewe, Ra. Harusnya kita yang mutusin.” Ungkap kak Yani.
“apa salahnya? Toh aku juga mau ngomong seperti itu. Hanya masalah waktu saja kak. Kebetulan Iko yang ngomong duluan.”
“Tapi kan tetap saja, posisinya kamu diputusin.”
“Ya udah sih, kan sudah putus ini. Engga usah dibahas lagi.” Jawabku cuek.
Ya, sejak saat itu aku sudah resmi tak lagi dekat dengan Iko, tegur sapa di sekolah? Hanya seperlunya saja. Itu pun jarang sekali. Kita pun menjalani aktivitas masing-masing. Tak banyak ku tahu kabar terbaru tentangnya walaupun kita satu kelas dan hampir setiap hari bertemu di sekolah.
Sejak putus dengan Iko, jujur aku memang pernah dekat dengan seseorang, dia kakak kelas hanya saja kita beda sekolah. Hemmmm, aku tidak usah menyebutkan namanya ya, aku kenal dengan dia karena dikenalkan oleh kak Yani. Kita hanya sebatas teman dekat saja karena memang nyambung ketika diajak bicara. Dan yang aku suka lagi karena kita beda sekolah, jadi kita sering bertukar informasi tentang keadaan sekolah masing-masing. Kalau untuk grade sekolah, sekolahnya memang lebih unggul dibanding sekolahku. Karena itulah aku senang bisa berkenalan dengan teman yang beda sekolah. Yaaaaa, untuk menambah pengetahuan.
Entah kenapa Kekecewaanku bertambah, ketika aku tahu dia sudah pacaran lagi dengan adik kelasku yang bernama Nia. Orangnya cantik, tapi tentu saja aku tidak berhak cemburu. Toh aku bukan siapa-siapa lagi kala itu. Kenapa aku harus egois, buktinya aku juga tengah dekat dengan kakak kelas yang beda sekolah yang kuceritakan. Jadi aku tidak berhak untuk sakit hati melihat dia dekat dengan adik kelas itu.
Ketika sedang melakukan razia di kelas XII, aku mendengar sorak sorai siswa dari kelas sebelah, dan itu adalah kelasku. Aku berpikir ada apa, mungkin ada siswa yang ketahuan membawa barang-barang terlarang. Usai dari kelas XII, aku keluar kelas, dan mendengar siswa bercakap-cakap.
“anggota OSISnya aja gak disiplin, membawa barang-barang terlarang” kata salah satu siswa dari kelasku.
Aku pun penasaran, lalu menuju ke kelasku dan menghampiri Vita, Tia, dan Ebi.
“Vit, ada apa? Kok rame-rame begini?” tanyaku kepada Vita.
“emmm, engga kok Ra. Engga ada apa-apa. Biasalah kalau razia begini, anak-anak pada heboh” jawab Vita.
Tapi ekspresi Vita aneh, tidak seperti biasanya, seperti ada yang disembunyikan. Tapi aku percaya saja, mungkin memang begitu keadaannya.
“Ra, ayo ke kelas yang lain lagi?” ajak Rika. Salah satu anggota temanku di anggota OSIS.
Aku pun bergegas meninggalkan kelas, dan melanjutkan operasi razia. Ketika akan masuk ke kelas lain, Bu Ani menghampiriku, beliau adalah pembina OSIS dan ikut membantu kami saat operasi razia tersebut.
“Iko, kena razia tadi di kelas.” kata Bu Ani.
“Iko bawa apaan bu?” tanya Rika.
Aku langsung nyambung, kenapa tadi di kelasku gaduh, ternyata Iko penyebabnya. Iko lagi Iko lagi.
“Ah, anak itu buk, selalu saja buat ulah. Padahal kan anggota OSIS.” Kataku kesal.
“Tapi, ini ada hubungannya dengan kamu, Ra.” Kata Bu Ani lagi.
“Hah, kok aku Bu? Emangnya ada apa?” tanyaku kaget.
Lanjut Part 5 :)
![]() |
| Koleksi Pribadi |
Break
“kebetulan banget Vit, aku juga mau ngomong sama Iko.”“emang mau ngomongin apa Vit?”
“aku ingin putus aja sama Iko, Vit. Menurutmu gimana?” kataku mantap.
“loh, kenapa? Kalian lagi berantem?” Vita malah bertanya kembali.
“ya engga, tapi kamu lihat sendiri kan, pacaran atau engga, aku sama Iko sama aja.” Jawabku.
“tapi kalo menurut aku, kamu juga sih Ra. Aku perhatiin cuek banget.”
“aku kan memang begini orangnya, ya makanya lebih baik gak usah pacaran kan?” kataku membela diri.
Aku pun melanjutkan menonton bola volly, dan lagi Ebi datang menghampiri.
“Ra, ditunggu di kelas sama Iko.” Kata Ebi.
Aku pun menuju ke kelas untuk menemui Iko, dan menyiapkan kata-kata agar bisa putus dengan dia. Ku temui dia tengah berdiri di jendela dekat dengan bangku dudukku. Kuhampiri dia dengan senyum hambar. Karena memang dalam minggu ini entah sebab apa, kami serasa perang dingin tak berbicara apapun.
“ganggu engga Ra, aku mau ngomong.” Kata Iko memulai pembicaraan.
“engga kok, aku juga kebetulan mau ngomong.” Jawabku.
“baiklah, Ra, kayaknya kita udahan aja ya. Soalnya aku merasa kita baiknya temenan aja.” Iko memulai pembicaraan.
Aku terdiam, dan berbicara di dalam hati. Yang dibicarain Iko, kan juga mau aku bicarain ke Iko, tapi malah dia yang lebih dulu ngomong. Oke deh, aku merasa sudah tidak perlu repot-repot untuk ngomong lagi ke Iko, toh dia juga merasakan hal yang sama. Iko memutuskanku dengan alasan aku sangat cuek dan pendiam. Benar dugaan Vita, kalau Iko merasakan sikapku yang kurang perhatian dengan Iko. Tapi menurutku, aku memang orangnya begini, jadi apa yang harus di ubah dari sikap cuekku.
“Iya, Ko. Aku rasa juga baiknya gitu.” Jawabku mengiyakan Iko.
“tadi katanya kamu juga mau ngomong, Ra?” tanya Iko.
“gak jadi, Ko.”
“beneran?”
“Iya.”
Aku merasa tidak perlu membicarakan hal yang sudah dibicarakan. Akhirnya aku pun resmi sudah putus dengan Iko, hubungan kami hanya bertahan selama tiga bulan. Kak Yani marah-marah kepadaku, kenapa bisa aku diputusin, itu masalah harga diri katanya.
“Kita tu cewe, Ra. Harusnya kita yang mutusin.” Ungkap kak Yani.
“apa salahnya? Toh aku juga mau ngomong seperti itu. Hanya masalah waktu saja kak. Kebetulan Iko yang ngomong duluan.”
“Tapi kan tetap saja, posisinya kamu diputusin.”
“Ya udah sih, kan sudah putus ini. Engga usah dibahas lagi.” Jawabku cuek.
Ya, sejak saat itu aku sudah resmi tak lagi dekat dengan Iko, tegur sapa di sekolah? Hanya seperlunya saja. Itu pun jarang sekali. Kita pun menjalani aktivitas masing-masing. Tak banyak ku tahu kabar terbaru tentangnya walaupun kita satu kelas dan hampir setiap hari bertemu di sekolah.
~~~~~
Di akhir semester dua di kelas XI aku dibelikan ponsel oleh orang tuaku, handphone dengan merk Nokia type 1661. Walaupun tidak ada kameranya, aku merasa senang, karena akhirnya bisa memiliki ponsel, dan bisa lebih mudah berkomunikasi dengan teman-temanku.Sejak putus dengan Iko, jujur aku memang pernah dekat dengan seseorang, dia kakak kelas hanya saja kita beda sekolah. Hemmmm, aku tidak usah menyebutkan namanya ya, aku kenal dengan dia karena dikenalkan oleh kak Yani. Kita hanya sebatas teman dekat saja karena memang nyambung ketika diajak bicara. Dan yang aku suka lagi karena kita beda sekolah, jadi kita sering bertukar informasi tentang keadaan sekolah masing-masing. Kalau untuk grade sekolah, sekolahnya memang lebih unggul dibanding sekolahku. Karena itulah aku senang bisa berkenalan dengan teman yang beda sekolah. Yaaaaa, untuk menambah pengetahuan.
~~~~~
Kalau sudah tiada, baru terasa. Bahwa kehadiranmu sungguh berharga. Lirik lagu dangdut tersebut terlihat sangat cocok untukku kala itu. Pasalnya aku lupa sejak kapan aku menyadari, kenapa aku jadi sering kepikiran dengan Iko. Aku sering sekali berkhayal kalau Iko akan menghubungi aku duluan. Aku tidak mau menghubunginya lebih dulu. Sebenarnya kalau aku mau, bisa saja aku meminta nomornya kepada Vita, tapi tidak aku lakukan.Entah kenapa Kekecewaanku bertambah, ketika aku tahu dia sudah pacaran lagi dengan adik kelasku yang bernama Nia. Orangnya cantik, tapi tentu saja aku tidak berhak cemburu. Toh aku bukan siapa-siapa lagi kala itu. Kenapa aku harus egois, buktinya aku juga tengah dekat dengan kakak kelas yang beda sekolah yang kuceritakan. Jadi aku tidak berhak untuk sakit hati melihat dia dekat dengan adik kelas itu.
~~~~~
Selesai senam pagi, ketua OSIS memberi kode, kalau kami seluruh anggota OSIS berkumpul terlebih dahulu di ruangan OSIS. Ya, aku juga termasuk anggota OSIS, tapi tidak perlu aku sebutkan apa jabatannya. Hehehe. Kalau sudah kumpul secara diam-diam seperti ini, apalagi kalau tidak misi untuk melakukan razia. Di sekolahku, kami tidak boleh membawa hal-hal terlarang seperti yang telah tertulis di peraturan sekolah, seperti handphone, perhiasan yang mencolok, rok yang terlalu pendek bagi siswa putri, membawa rokok, dan celana yang terlalu sempit bagi laki-laki. Semua siswa tentu sudah tahu peraturan ini. Tapi ya itulah peraturan, tetap saja ada yang melanggar. Akhirnya kami memutuskan untuk melakukan razia. Kami pun membagi kelompok ada yang merazia kelas X, XI, dan XII. Aku mendapat bagian kelas XII, waktu itu Iko juga anggota OSIS, namun kami tidak satu kelompok. Dia mendapat bagian kelas XI.Ketika sedang melakukan razia di kelas XII, aku mendengar sorak sorai siswa dari kelas sebelah, dan itu adalah kelasku. Aku berpikir ada apa, mungkin ada siswa yang ketahuan membawa barang-barang terlarang. Usai dari kelas XII, aku keluar kelas, dan mendengar siswa bercakap-cakap.
“anggota OSISnya aja gak disiplin, membawa barang-barang terlarang” kata salah satu siswa dari kelasku.
Aku pun penasaran, lalu menuju ke kelasku dan menghampiri Vita, Tia, dan Ebi.
“Vit, ada apa? Kok rame-rame begini?” tanyaku kepada Vita.
“emmm, engga kok Ra. Engga ada apa-apa. Biasalah kalau razia begini, anak-anak pada heboh” jawab Vita.
Tapi ekspresi Vita aneh, tidak seperti biasanya, seperti ada yang disembunyikan. Tapi aku percaya saja, mungkin memang begitu keadaannya.
“Ra, ayo ke kelas yang lain lagi?” ajak Rika. Salah satu anggota temanku di anggota OSIS.
Aku pun bergegas meninggalkan kelas, dan melanjutkan operasi razia. Ketika akan masuk ke kelas lain, Bu Ani menghampiriku, beliau adalah pembina OSIS dan ikut membantu kami saat operasi razia tersebut.
“Iko, kena razia tadi di kelas.” kata Bu Ani.
“Iko bawa apaan bu?” tanya Rika.
Aku langsung nyambung, kenapa tadi di kelasku gaduh, ternyata Iko penyebabnya. Iko lagi Iko lagi.
“Ah, anak itu buk, selalu saja buat ulah. Padahal kan anggota OSIS.” Kataku kesal.
“Tapi, ini ada hubungannya dengan kamu, Ra.” Kata Bu Ani lagi.
“Hah, kok aku Bu? Emangnya ada apa?” tanyaku kaget.
Lanjut Part 5 :)

Komentar
Posting Komentar